top of page

Belajar Kehidupan: Refleksi Studi Ekskursi SMA Kolese De Britto 2017

  • Writer: Adi Negoro
    Adi Negoro
  • Feb 11, 2017
  • 7 min read

Updated: Jul 4


Pak Antok, pemilik usaha industri jenang Ny. Suwarti
Pak Antok, pemilik usaha industri jenang Ny. Suwarti

Saya, Selasa 17 Januari 2017 sampai Jumat 20 Januari 2017, menjalani program studi ekskursi di industri rumah tangga pembuatan jenang di daerah Wedi, Klaten, Jawa Tengah bersama 6 teman lainnya. Saya menumpang di bus bersama 3 kelompok lain yang akan pergi ke tempat pengrajin wayang, sangkar burung, dan mainan anak.


Rombongan saya berangkat sekitar pukul 7 setiap harinya menuju Klaten. Saya sangat menikmati perjalanan menuju ke sana. Melihat pemandangan perkotaan yang megah dan ramai hingga ke pedesaan yang sederhana dan sepi. Hanya dari kehidupan sepanjang perjalanannya saja bisa terlihat perbedaan budaya antara di kota dengan di desa. Di daerah kota kehidupannya sangat beragam dalam ras, suku, budaya dan agama sedangkan di desa relatif lebih homogen, kebanyakan lahir dan hidup di daerah itu selama puluhan tahun dan bahkan ada yang belum pernah melihat daerah lain selain daerah itu saja. Disampimg itu juga karena kemurnian itu sendiri, mayoritas masyarakat di desa masih sangat kental akan kebudayaan dan memiliki hubungan kekeluargaan yang sangat erat. Bekerja sama menjadi kunci kesuksesan setiap keluarga dalam menjalani bisnis mereka, entah dalam bidang pertanian, kerajinan, maupun kuliner. Keberagaman dalam segi kehidupan, kebudayaan, keagamaan, dan kesukuan inilah yang saya rasa membuat negara Indonesia ini menjadi sangat indah. Keanekaragaman itulah yang bisa menjadi penyatu sebuah bangsa menjadi kokoh selama puluhan tahun.


Pada hari pertama, saya merasa cukup senang karena akhirnya bisa menjalani studi ekskursi. Pada saat itu saya benar-benar tidak tahu saya akan dibawa ke tempat yang seperti apa meskipun saya sudah diberitahu tentang jenis industri apa yang akan saya datangi. Walaupun begitu saya merasa senang karena kebetulan industri kuliner memanglah bidang yang saya harap bisa dapatkan. Perasaan mengantuk masih terbawa ke sekolah selama persiapan dan keberangkatan menuju tujuan ekskursi tetapi hal itu tidak membuat saya merasa ogah-ogahan dalam menjalani acara ini. Sejujurnya saya memang selalu suka dengan pelajaran keluar kelas semacam ini. Menurut saya belajar bisa dilakukan di mana saja dengan media apa saja. Buku mungkin bisa membantu memberikan gambaran ringan tentang sesuatu tetapi lewat praktiklah suatu ilmu bisa semakin diperdalam dan semakin mudah dipahami. Seperti kata orang bijak, “Pengalaman adalah guru terbaik”.


Sesampainya saya bersama teman-teman di tempat pembuatan jenang jawa Ny. Suwarti, kami disambut oleh Pak Antok selaku pemilik industri ini. Dari segi tempat, saya tidak kecewa dengan apa yang saya dapatkan karena tidak jauh dari ekspektasi saya. Tempatnya sangat sederhana agak kumuh dan sedikit kotor, tetapi menurut saya tempat ini justru lebih baik dari yang saya perkirakan. Kami diajak menuju ruangan yang akan dijadikan pos untuk istirahat, sebuah ruangant yang kebetulan tempat koleksi burung-burung Pak Antok. Sejauh ini, saya masih bersemangat dalam mengikuti acara ini. Saya sendiri berprinsip tidak ingin menyianyiakan kesempatan ini, pergi jauh-jauh dari rumah hanya untuk bermalas-malasan. Saya ke sini untuk belajar bekerja, memahami, dan mengenal orang-orang baru. Kami segera diperlihatkan cara pembuatan jenang jawa di dapur. Saya mencatat apa saja yang harus saya pahami dalam pembuatan jenang baik bahan yang digunakan maupun proses pembuatannya. Pak Antok kerap sekali meminta maaf karena ia merasa tidak dapat menjelaskan secara runtut bagai seorang guru. Menurut saya apa yang beliau lakukan sudah berhasil membuat saya mengerti. Sesuai dengan penjelasan beliau, bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat jenang yaitu kelapa tua, gula jawa, tepung beras dan tepung ketan. Kami diberi kesempatan untuk mencoba mengaduk adonan jenang. Ternyata tidak semudah yang saya bayangkan. Melihat para pekerja di sana terkadang membuat saya iri karena mereka berhasil membuat kegiatan itu terlihat sangat ringan dan mudah. Meskipun tidak mudah tetapi saya suka kegiatan mengaduk jenang ini. Dari dulu saya suka melihat para tukang di dekat rumah saya mengaduk semen. Sekarang saya justru diberi kesempatan untuk mengaduk sesuatu yang hasilnya bisa dimakan. Sungguh jauh lebih enak daripada semen. Saya sempat berbincang berdua dengan Pak Antok tentang jenang maupun tentang beliau sendiri.


Mengaduk santan yang mulai menjadi blondo
Mengaduk santan yang mulai menjadi blondo

Perusahaan jenang itu di bangun sejak ia menikah dengan istrinya. Awalnya ia menjalani seluruh proses produksi sendiri namun setelah jenangnya mulai dikenal banyak orang, ia tidak mampu melakukannya sendiri. Meskipun sudah menyewa tenaga tambahan, permintaan masih belum dapat dipenuhi semua pada masa liburan. Atas permasalahan tersebut ia memutuskan untuk membeli mesin pengaduk jenang untuk memenuhi permintaan yang banyak saat masa liburan, terutama hari raya Lebaran. Permasalahan terberat bagi bisnisnya adalah saat para distributor baru mengembalikan produk yang tidak laku setelah sudah tidak layak konsumsi. Hal ini membuatnya merugi karena produk tersebut terpaksa harus dibuang dan tidak bisa dijual kembali. Mengenai kehidupan pribadinya, pada masa mudanya ia sempat menjadi seorang aktivis partai yang sangat dikenal di daerah itu. Kerap ia bertemu dengan petinggi-petinggi partai. Ceritanya menjawab pertanyaan saya dalam hati tentang bagaimana dan mengapa banyak terpampang berbagai stiker berbau nasionalis di perabotan rumahnya. Sempat ia mengatakan bahwa ia warga Indonesia yang nasionalis dan pro-Pancasila. Dari bahasa yang ia gunakan pada saat itu, ia sangat ingin menegaskan bahwa ia bukanlah tipe orang radikal dan fanatis seperti yang sering muncul di televisi dan media massa lainnya. Pernyataan itu juga yang membuat saya terkadang heran tentang keadaan negara yang kokoh dan bersatu tadi belakangan ini mengalami penurunan moral secara drastis bagaikan seluruh warganya mulai jenuh hidup dalam sebuah negara yang beragam dan ingin menciptakan sebuah negara baru yang seragam dengan alasan jumlah mereka yang banyak.


Setelah makan siang, saya kembali ke dapur untuk membantu Pak Man menyimpan jenang-jenang yang telah matang menuju rak penyimpanan untuk kemudian didiamkan selama semalam agar mengeras. Kemudian saya segera beranjak ke bagian depan rumah untuk membantu bagian pengepakan jenang. Saya sejujurnya sangat kesusahan dalam pengepakan karena tangan saya yang sudah terlanjur licin terkena minyak kelapa akibat mengangkat jenang-jenang tadi. Meskipun begitu, akhirnya saya berhasil juga dengan bantuan teman-teman yang setia membantu. Kami terlalu asik mengepak sampai lupa waktu bahwa kami sudah harus bergegas pergi menuju bus untuk pulang. Jujur saya senang bisa belajar hal-hal baru selama sehari itu. Mungkin dengan cara begini juga saya bisa menjadi lebih bersyukur atas setiap makanan yang saya dapatkan karena tahu itu tidaklah mudah dalam membuatnya, apalagi biaya yang dikeluarkan untuk membuat tidaklah sedikit.


Pada hari kedua, saya bersama teman-teman melanjutkan tugas kami di tempat pembuatan jenang Ny. Suwarti. Kami langsung diajak Pak Antok ke dapur untuk melihat dan membantunya membuat jenang krasikan. Perbedaan antara jenang krasikan dengan jenang biasa adalah jumlah kelapa yang digunakan lebih sedikit dibanding jenang biasa. Selain itu, proses memasukan gula jawa dilakukan dengan cepat dan serentak, berbeda dengan jenang biasa yang proses pemberian gula dilakukan secara bertahap. Krasikan juga memiliki bahan tambahan khusus yaitu tepung ketan yang sudah disangrai. Pada saat proses menuang gula, saya bersama dua teman lainnya membantu menuangkan gula jawa selagi Pak Antok mengaduk santan yang sudah berubah menjadi blondo dan minyak kelapa. Selanjutnya kami diberi kesempatan untuk mengaduk adonan tersebut. Setelah sekitar satu jam, Pak Antok segera menuang adonan campuran tepung beras, tepung ketan, dan santan ke dalam wajan. Setelah adonan terlihat mengkilap, tepung ketan sangrai kami masukan ke dalam wajan. Jumlah tepung yang dimasukan sangat mempengaruhi keras lembutnya jenang, maka dari itu jumlahnya sangat harus diperhatikan agar adonan jenang tidak menjadi terlalu keras.


Pada saat jenang sudah matang, kami membantu Pak Antok membawa jenang-jenang tersebut ke rak penyimpanan untuk didinginkan semalaman sebelum dikemas. Selanjutnya kami ke depan toko untuk membantu para ibu-ibu karyawan mengemas jenang-jenang yang sudah jadi. Setiap dari kami melakukan pekerjaan yang berbeda agar proses pengemasan bisa berjalan dengan cepat. Selama satu jam kami berhasil mengemas sekitar 8 bungkus besar jenang. Pada saat itu saya sadar bahwa kerjasama kami membuat pekerjaan hari itu sangat efektif. Dalam sehari kami telah mempelajari sekaligus membantu membuat jenang krasikan serta membantu pengemasan jenang.


Pada hari ketiga, saya bersama teman-teman diajak Pak Antok untuk belajar menggunakan mesin pengaduk jenang yang ia miliki. Ia mempraktekan cara kerja mesin tersebut sambil menjelaskan beberapa hal tentang pembuatan jenang dengan mesin. Berdasarkan penjelasannya pembuatan jenang dengan mesin tersebut dapat menghasilkan sekitar 1 kuintal jenang setiap dioperasikan. Meskipun mesin tersebut sangat memberi nilai tambahan dalam efektifitas produksi dan menghasilkan produk yang lebih baik, ia masih mengutamakan penggunaan tenaga manusia dalam produksinya. Menurutnya dengan begitu ia tetap bisa mendapat pendapatan sekaligus membantu warga sekitar untuk mencari penghasilan.


Selanjutnya kami diberi kesempatan untuk memilih membantu dalam bagian manapun. Teman-teman yang lain memilih untuk membantu bagian pengemasan sedangkan saya dalam proses pembuatan jenang bersama Pak Man, salah seorang karyawan Pak Antok. Kami sempat berbincang-bincang tentang beragam hal. Beliau sempat menceritakan pengalamannya selama ia masih bekerja sebagai seorang kuli bangunan di Jogja. Setiap hari ia pergi dari rumahnya di Klaten ke tempat bekerjanya di Yogyakarta dengan sepeda onthel dan kembali di malam hari. Saya sendiri tidak bisa membayangkan jika saya menjadi beliau pada saat itu. Semenjak ia bekerja dengan Pak Antok, ia tidak harus melakukan itu lagi. Ia sekarang bisa menambah pendapatannya dengan membantu pemilik sawah di desa itu merawat sawahnya setiap hari. Saya belajar bahwa kepuasan dan kebahagiaan tidak bisa diukur dari sebanyak apa yang telah kita miliki melainkan kitalah yang mengukur apakah kita sudah merasa cukup atau tidak dengan apa yang sudah kita miliki. Saya sungguh menghormati keputusan beliau untuk tetap bekerja dengan Pak Antok selama 20 tahun meskipun sebenarnya gaji yang ia terima tak seberapa dibandingkan industri jenang lainnya di sekitar situ namun Pak Man tetap sudah senang dengan pekerjaan ditetapnya tersebut. Saya senang bisa berkenalan dan sempat berbincang dengan beliau.


Pada hari terakhir, kami diajarkan Pak Antok mengenai cara pembagian jumlah berat bersih untuk 1 pack jenang. Berdasarkan yang ia ajarkan, jenang ditimbang terlebih dahulu dan dipotong hingga beratnya sudah sesuai dengan berat yang diinginkan dalam satu pack tersebut. Selanjutnya baru diiris-iris agar cukup dimasukan dalam satu plastik kecil per potongannya.


Menggosok wajan dengan arang sebelum digunakan
Menggosok wajan dengan arang sebelum digunakan

Setelah mengerti tentang hal tersebut, kami diperbolehkan untuk berjalan-jalan di lingkungan lokasi tersebut sambil melihat-lihat pemandangan sekitar. Maklum, hari terakhir. Saya sempat mengambil foto para pekerja dengan kegiatannya sebagai penjaga memori saya akan suasana di sana. Setelah itu saya bersama teman-teman membantu pengemasan jenang untuk yang terakhir kali. Pak Antok tiba-tiba memberikan kami kenangan berupa 1 pack jenang campur antara krasikan dengan yang biasa untuk setiap anak. Setelah selesai melakukan pengemasan kami bersama Pak Denny dan Bu Dewi memberikan cendramata sekolah kepada Pak Antok sebagai tanda terima kasih. Sisa waktu yang ada sebelum pulang kami gunakan untuk membeli jenang, beres-beres sambil berfoto bersama. Kami akhirnya berpamitan dengan Pak Antok untuk terakhir kali sebelum pulang. Saya jujur sangat senang bisa mendapat kesempatan untuk mengenal orang-orang dibalik setiap potongan jenang yang saya makan. Saya bisa mengerti kisah hidup mereka, sejarah berdirinya bisnis mereka, bahkan cara membuat jenang itu sendiri dari awal sampai akhir. Banyak nilai kehidupan yang saya dapatkan dari 4 hari bersama mereka semua, pihak industri jenang maupun teman-teman sekelompok saya. Satu pelajaran yang saya dapatkan selama ini, kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup muncul ketika kita bisa berkata cukup dan dengan begitulah kita bisa dengan mudah membuka mata untuk bersyukur atas apa yang telah diberikan Tuhan dan akhirnya munculah keinginan untuk membantu sesama kita yang membutuhkan.

Comments


Subscribe For The Latest Update

  • Youtube
  • Instagram
  • LinkedIn

© Created by V. Pradana Adi Negoro

bottom of page